MASALAH SOSIAL DAN MANFAAT SOSIAL
Sebagaimana telah diuraikan pada permulaan buku ini, sosiologi terutama
menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma,
kelompok , lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, proses ,
perubahan dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua
gejala-gejala tersebut berlangsung secara normal sebagaimana
dikehendaki masyarakat bersangkutan.
Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau
gejalapatologis. Hal itu disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya,sehingga menyebabkan kekecewaan
dan penderitaan.
Masalah – masalah tersebut berbeda dengan
problema-problema lain dalam masyarakat, karena maslaah-masalah tersebut
berhubungan erat dengan nilai-nilai dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Hal ini dinamakan masalah karena bersangkut paut dengan
gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat. Dengan
demikian, masalah-masalah menyangkut nilai-nilai yang mencangkup pula
segi moral, karena untuk dapat mengklasifikasikan suatu persoalan
sebagai masalah harus digunakan penilaian sebagai pengukurannya.
Apabila suatu masyarakat menganggap sakit jiwa, bunuh diri, perceraian,
penyalahgunaan obat bius (narcotics addiction) sebagai masalah , maka
masyarakat tersebut tidak semata-mata menunjuk pada tata kelakuan yang
menyimpang. Akan tetapi sekaligus juga mencerminkan ukuran-ukuran umum
mengenai segi moral. Setiap masyarakat tentunya mempunyai ukuran yang
berbeda mengenai hal ini seperti minsalnya soal gelandangan merupakan
masalah nyata menghadapi kota-kota besar di Indonesia. Tetapi belum
tentu masalah tadi dianggap sebagai masalah di tempat lainnya. Hal ini
juga tergantung dari faktor waktu. Mungkin pada waktu-waktu lampau
permainan judi dianggap sebagai masalah yang penting akan tetapi dewasa
ini tidak. Selain itu juga ada masalah-masalah yang tidak bersumber
pada penyimpangan norma-norma masyarakat, tetapi lebih banyak mengenai
susunannya, seperti masalah penduduk, pengangguran dan disorganisasi
keluarga serta desa.
Sudah tentu sosiologi juga dapat mempunyai manfaat bagi bidang-bidang
lain seperti pemerintahan, pendidikan, industri dan lain sebagainya.
B. MASALAH SOSIAL, BATASAN DAN PENGERTIAN
Acap kali dibebankan antara dua macam persoalan yaitu, antara masalah
masyarakat (scientific or societal problem) dengan problema (
ameliorative or problem).
Yang pertama menyangkut analisis tentang macam-macam gejala kehidupan
masyarakat. Sedang yang kedua meneliti gejala-gejala abnormal masyarakat
dengan maksud untuk memperbaiki atau bahkan untuk menghilangkannya.
Sosiologi menyelidiki persoalan-persoalan umum dalam masyarakat dengan
maksud untuk menemukan dan menafsirkan kenyataan-kenyataan kehidupan
kemasyarakatan.
Walaupun sosiologi meneliti gejala-gejala kemasyarakatan, namun juga
perlu mempelajari masalah-masalah . Karena ia merupakan aspek-aspek tata
kelakuan . Dengan demikian, sosiologi juga berusaha mempelajari
masalah seperti kejahatan, konflik antar ras, kemiskinan, perceraian,
pelacuran, delinkuensi anak-anak dan seterusnya. Dalam hal ini sosiologi
bertujuan untuk menemukan sebab-sebab terjadinya masalah sosiologi
tidak terlalu menekan pada pemecahan atau jalan keluar dari
masalah-masalah tersebut. Karena usaha untuk mengatasi maslah hanya
mungkin berhasil apabila didasarkan pada kenyataan serta latara
belakangnya, maka sosiologi dapat ikut serta membantu mencari jalan
keluar yang mungkin dapat dianggap efektif.
Masalah merupakan bagian sosiologi, sebenarnya masalah merupakan hasil
dari proses perkembangan masyarakat. Artinya problema tadi memang
sewajarnya timbul, apabila tidak diinginkan adanya hambatan-hambatan
terhadap penemuan-penemuan baru dan gagasan baru. Dalam jangka waktu
masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan, timbullah
maslah sosial, sampai unsur-unsur masyarakat berada dalam keadaan stabil
lagi. Masalah sosial merupakan akibat dari interaksi sosial antara
individu, antara individu dengan kelompok, atau antar kelompok.
Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adapt – istiadat, tradisi
dan ideology ditandai dengan suatu proses sosial yang disosiatif.
Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur
kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.
Atau menghambat terpenuhinya keinginan pokok warga kelompok sosial
tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.
Di samping kebutuhan-kebutuhan tersebut, atas dasar unsur biologis,
berkembang pula kebutuhan lain yang timbul karena pergaulan dalam
masyarakat, yaitu kedudukan sosial, peranan sosial dan sebagainya.
Apabila individu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis serta
kebutuhan-kebutuhan biologis. Dan dia akan merasa kehidupan ini tak
banyak gunanya.
Untuk merumuskan apa yang dinamakan dengan masalah sosial tidak begitu
sukar, dari pada usaha-usaha untuk membuat suatu indeks yang memberi
petunjuk akan adanya masalah sosial tersebut. Banyak yang mengusahakan
adanya indeks tersebut seperti minsalnya indeks simple ratesi yaitu
angka laju gejala-gejala abnormal dalam masyarakat, angka-angka bunuh
diri, perceraian dan sebgainya. Sering juga diusahakan system composite
indice yaitu gabungan indeks-indeks dari bermacam-macam aspek yang
mempunyai kaitan satu dengan lainnya.
Indeks-indeks tersebut sukar untuk dijadikan ukuran mutlak, karena
system nilai dan norma-norma dalam setiap masyarakat berbeda satu dengan
lainnya. Angka-angka bunuh diri yang tinggi di dalam suatu masyarakat
tertentu mungkin dianggap sebagai suatu indeks akan adanya
disorganisasi.
C. KLASIFIKASI MASALAH SOSIAL DAN SEBAB-SEBABNYA
Masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau
kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis,
biopsikologis dan kebudayaan. Setiap masyarakat mempunyai norma-norma
yang bersangk paut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik,
kesehatan mental, serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial.
Problema – problema yang berasal dari faktor ekonomis antara lain
kemiskinan, pengangguran dan sebagainya. Penyakit, minsalnya bersumber
pada faktor biologis. Dari faktor psikologis timbul persoalan seperti
penyakit syaraf (neurosis), bunuh diri, disorganisasi jiwa dan
seterusnya.
Klasifikasi yang berbeda, mengadakan pengolahan atas dasar
kepincangan-kepincangan dalam warisan fisik, warisan biologis, warisan
social dan kebijaksanaan social. Kedalam kategori pertama dapat
dimasukkan masalah social yang disebabkan adanya pengangguran atau
batasan-batasan sumber alam. Kategori kedua mencangkup
persoalan-persoalan penduduk, minsalnya bertambah atau berkurangnya
penduduk, pembatasan kelahiran, migrasi dan sebagainya.
D. UKURAN-UKURAN SOSIOLOGIS TERHADAP MASALAH SOSIAL
Dalam menentukan apakah suatu masalah merupakan problema social atau
tidak, sosiologi menggunakan beberapa pokok persoalan sebagai ukuran,
yaitu :
1. Kriteria utama
Masalah social yaitu, tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran dan
nilai-nilai social dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan
sosial. Unsur-unsur yang pertama dan pokok dari masalah social adalah
adanya perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan kondisi-kondisi
nyata kehidupan. Artinya, adanya kepincangan-kepincangan antara
anggapan-anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi.
Secara sosiologis, agak sulit untuk menentukan secara mutlak sampai
sejauh mana kepincangan dalam masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai
suatu problema social juga.
2. Sumber – sumber Sosial Masalah Sosial
Masalah sosial merupakan persoalan-persoalan yang timbul secara langsung
dari atau bersumber langsung kondisi-kondisi maupun proses-proses
sosial. Jadi sebab-sebab terpentingnya masalah social haruslah bersifat
sosial. Ukurannya tidaklah semata-mata pada perwujudannya yang bersifat
sosial, akan tetapi juga pada sumbernya.
Kepincangan yang disebabkan oleh gempa bumi, angin topan, meletusnya
api, banjir, epidemi dan segala sesuatunya yang disebabkan oleh alam,
bukan merupakan maslah sosial.
Yang pokok disini adalah bahwa akibat dari gejala-gejala tersebut, baik
gejala sosial maupun bukan sosial, menyebabkan masalah sosial. Inilah
yang menjadi ukuran bagi sosiologi.
3. Pihak-pihak yang Menetapkan apakah suatu kepincangan merupakan masalah social atau tidak.
Ukuran diatas bersifat relative sekali. Mungkin dikatakan bahwa orang
banyaklah yang harus menentukannya, atau segolongan orang yang berkuasa
saja atau lain-lainnya. Dalam masyarakat merupakan gejala yang wajar
jika sekelompok warga masyarakat menjadi pimpinan masyarakat tersebut.
Golongan kecil tersebut mempunyai kekuasaan dan wewenang yang lebih
besar dari orang lain untuk membuat serta menentukan kebijaksanaan
sosial.
Dalam hal ini para sosiologi harus mempunyai hipotesis sendiri untuk
kemudian diujikan pada kenyataan-kenyataan yang ada. Sikap masyarakat
itu sendirilah yang menentukan apakah suatu gejala merupakan suatu
problema social atau tidak.
4. Manifest social problem dan latent social problem
Sosiologi juga merupakan warga karena itu tidak mustahil, kalau
penelitian-penelitiannya kadangkala tercemar oleh unsur subyektif
lantaran ikatan yang begitu kuat antara dia sebagai warga dengan
masyarakat.
Manifest social problem merupakan masalah sosial yang timbul sebagai
akibat terjadinya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Kepincangan
mana dikarenakan tidak sesuainya tindakan dengan norma dan nilai yang
ada dalam masyarakat. Masyarakat pada umumnya tidak menyukai
tindakan-tindakan yang menyimpang.
5. Perhatian masyarakat dan masalah social
Suatu kejadian merupakan masalah social belum tentu mendapat perhatian
yang sepenuhnya dari masyarakat. Sebaliknya, suatu kejadian yang
mendapat sorotan masyarakat, belum tentu merupakan masalah social.
Hal lain yang perlu pula diketahui adalah bahwa semakin jauh jarak
social antara orang-orang yang kemalangan dengan orang yang mengatahui
hal itu, semakin kecil pula simpati timbul dan juga semakin kecil
perhatian terhadap kejadian tadi.
Suatu problema yang merupakan manifest social problem adalah
kepincangan-kepincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat
diperbaiki, dibatasi atau bahkan dihilangkan. Lain halnya dengan latent
social problem yang sulit diatasi, karena walaupun masyarakat tidak
menyukainya, tetapi masyarakat tidak berdaya untuk menghadapinya. Dalam
mengatasi problema tersebut, sosiologi seharusnya berpegang pada
perbedaan kedua macam problema tersebut yang didasarkan pada system
nilai-nilai masyarakat, sosiologi seharusnya mendorong masyarakat untuk
memperbaiki kepincangan-kepincangan yang diterimanya sebagai gejala
abnormal yang mungkin dihilangkan (atau dibatasi).
E. BEBERAPA MASALAH SOSIAL PENTING
Kepincangan – kepincangan mana yang dianggap sebagai masalah sosial oleh
masyarakat tergantung dari system nilai sosial masyarakat tersebut.
Akan tetapi ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat-masyarakat pada umumnya sama yaitu minsalnya :
1. Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan
juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam
kelompok tersebut.
Factor-faktor yang menyebabkan mereka membenci kemiskinan adalah
kesadaran bahwa mereka telah gagal untuk memperoleh lebih dari apa yang
telah dimilikinya dan perasaan akan adanya ketidak adilan.
Pada masyarakat moderen yang rumit, kemiskinan menjadi suatu problema social karena sikap yang membenci kemiskinan tadi.
Persoalan menjadi lain bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi
tetapi gagal mencari pekerjaan. Bagi mereka pokok persoalan kemiskinan
disebabkan tidak mampu memenuhi kebutuhan primer sehingga muncul
tunakarya, tuna susila dan lainnya. Secara sosiologis, sebab-sebab
timbulnya problema tersebut adalah karena salah satu lembaga
kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembaga kemasyarakatan
di bidang ekonomi.
2. Kejahatan
Sosiologi berpendapat bahwa kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisi
dan proses-proses social yang sama, yang menghasilkan perilaku-perilaku
social lainnya. Tinggi rendahnya angka kejahatan berhubungan erat
denga bentuk-bentuk dan organisasi social dimana kejahatan tersebut
terjadi.
Para sosiologi berusaha untuk menentukan proses-proses yang menyebabkan
seseorang menjadi penjahat. Analisis ini bersifat social psikologis.
Beberapa orang ahli menekankan pada beberapa bentuk proses seperti
imitasi, identifikasi, konsep diri pribadi dan kekecewaan yang agresif
sebagai proses yang menyebabkan seseoran menjadi penjahat.
Selanjutnya dikatakan bahwa bagian pokok dari pola-pola perilaku jahat
tadi dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat intim. Alat-alat
komunikasi tertentu seperti buku, surat kabar, film, televise, radio,
memberikan pengaruh tertentu yaitu dalam memberikan sugesti kepada orang
perorangan untuk menerima atau menolak pola-pola perilaku jahat.
Untuk mengatasi maslah itu, kecuali tindakan preventif, dapat pula
diadakan tindakan-tindakan represif antara lain dengan teknik
rehabilitasi. Menurut Cressey ada dua factor konsepsi mengenai teknik
rehabilitasi tersebut. Yang pertama menciptakan system dan
program-program yang bertujuan untuk menghukum orang jahat tersebut.
Sistem serta program-program tersebut bersifat reformatif, minsalnya
hukuman bersyarat, diusahakan mencari pekerjaan bagi si terhukum dan
diberi konsultasi psikologis. Minsalkan kepada narapidana di lembaga
permasyarakatan diberikan pendidikan serta latihan untuk menguasai
bidang tertentu, supaya kelak setelah masa hukuman selesai punya modal
untuk mencari pekerjaan di masyarakat.
Suatu gejala lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah apa yang
disebut sebagai white-collar crime, suatu gejalayang timbul pada abad
modern ini. Banyak ahli beranggapan, bahwa tipe kejahatan ini merupakan
ekses dari proses perkembangan ekonomi yang terlalu cepat. Karena itu
pada mulanya gejala ini disebut business crime atau economic
criminality. Memang white-collar crime merupakan kejahatan yang
dilakukan oleh pengusaha atau para pejabat didalam menjalankan peranan
fungsinya. Keadaan keuangannya yang relative kuat mungkin mereka untuk
melakukan perbuatan yang oleh hukum dan masyarakat umum dikualifikasikan
sebagai kejahatan. Golongan tersebut menganggap dirinya kebal terhadap
hukum dan sarana-sarana pengendaliannya dengan kuat. Sukar sekali
untuk memidana mereka, sehingga dengan tepat dikatakan bahwa kekuatan
penjahat white-collar terletak pada kelemahan korban-korbannya.
Masalah diatas memang terkenal rumit karena menyangkut paling sedikit beberapa aspek sebagai berikut :
a. Siapakah lapisan tertinggi masyarakat yang karena profesi dan
kedudukannya mempunyai peluang untuk melakukan kejahatan tersebut.
b. Apakah perbuatan serta gejala-gejala yang dapat dikualifikasikan sebagai white-collar crime.
c. Faktor-faktor social dan individual apa yang menyebabkan orang berbuat demikian.
d. Bagaimana tindakan-tindakan pencegahannya melalui sarana-sarana pengendalian social tertentu.
Factor-faktor individual tersebut diatas dapat saja dimiliki oleh tipe
penjahat lain. Akan tetapi yang justru membedakannya adalah kedudukan
dan peranan yang melekat padanya.
3. Disorganisasi Keluarga
Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit,
karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban yang sesuai dengan
peranan sosialnya. Secara sosiologis, bentuk-bentuk disorganisasi
keluarga antara lain adalah :
a. Unit kerja yang tidak lengkap karena hubungan diluar perkawinan.
Karena ayah (biologis) gagal dalam mengisi peranan sosialnya dan
demikian juga halnya dengan keluarga pihak ayah maupun ibu.
b. Disorganisasi keluarga karena putusnya perkawinan sebab perceraian, perpisahan meja dan tempat tidur dan seterusnya.
c. Adanya kekurangan dalam keluarga tersebut yaitu dalam hak komunikasi
d. Krisis keluarga, oleh salah satu yang bertindak sebagai kepala
keluarga di luar kemampuan sendiri meninggalkan rumah tangga, meninggal
dunia, dihukum atau karena peperangan.
e. Krisis keluarga yang disebabkan oleh factor intern, minsalnya karena
terganggu keseimbangan jiwa salah seorang anggota keluarga.
4. Masalah Generasi Muda dalam Masyarakat Modern
Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri yang
berlawanan, yakni keinginan untuk melawan (minsalnya dalam bentuk
redikalisme, delinkuensi dan sebagainya) dan sikap yang apatis. Sikap
melawan mungkin disertai dengan suatu rasa takut bahwa masyarakat akan
hancur karena perbuatan-perbuatan menyimpang. Sedangkan sikap apatis
biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap masyarakat. Generasi muda
biasannya menghadapi masalah social dan biologis.
5. Peperangan
Perperangan mungkin merupakan masalah social paling sulitdipecahkan
sepanjang sejarah kehidupan manusia. Sehingga memerlukan kerjasama
internasional yang hingga kini belum berkembang dengan baik.
Perkembangan teknologi yang pesat semakin memoderilisasikan cara-cara
berperang dan menyebabkan pula kerusakan-kerusakan yang lebih hebat
ketimbang masa lampau.
6. Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat
a. Pelacuran
Sebab terjadinya pelacuran haruslah dilihat pada factor endogen dan
eksogen. Diantara factor endogen dapat disebutkan nafsu kelamin yang
besar, sifat malas dan keinginan yang besar untuk hidup mewah. Diantara
factor tersebut yang utama adalah factor ekonomis, urbanisasi yang tak
teratur. Sebab utama adalah konflik mental, situasi hidup yang tidak
dewasa ditambah dengan intelligentsia yang rendah.
Usaha untuk mencegahnya ialah dengan jalan meneliti gejala-gejala yang
terjadi jauh sebelum adanya gangguan mental, minsalnya gejala
insekuritas pada anak-anak wanita, gejala membolos, mencuri
kecil-kecilkan dan sebagainya. Hal itu semuanya dapat dicegah dengan
usaha pembinaan sekuritas dan kasih sayang yang stabil.
b. Delinkuensi Anak-anak.
Delinkuensi anak-anak yang terkenal di Indonesia adalah masalah cross
boys dan cross girl yang merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang
tergabung dalam suatu ikatan /organisasi formal atau semi formal dan
mempunyai tingkah laku yang kurang/tidak disukai oleh masyarakat pada
umumnya.
c. Alkoholisme
Masalah alkoholisme dan pemabuk pada kebanyakan masyarakat pada umumnya
tidak berkisar pada apakah alcohol boleh atau dilarang digunakan.
Persoalan pokoknya adalah siapa yang boleh menggunakannya, dimana,
bilamana dan dalam kondisi yang bagaimana. Umumnya orang awam
berpendapat bahwa alcohol merupakan suatu system syaraf. Akibatnya,
seorang pemabuk semakin kurang kemampuannya untuk mengendalikan diri.
Pembicaraan alkoholisme mengenai aspek hukum hanya akan dibatasi pada
perundang-undangan. Perundang-undangan merupakan segala keputusan resmi
secara tertulis yang dibuat penguasa, yang meningkat. Dengan demikian
perundang-undangan merupakan satu segi saja dari aspek hukum, karena
disamping perundang-undangan, ada hukum adat, hukum yurisprudensi, dan
seterusnya.
Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana hanya terdapat satu pasal yang
mengatur tentang keadaan mabuk sebagai kejahatan. Pasal itu adalah pasal
300 yang isinya adalah, sebagai berikut :
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
a. Barang siapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang mebabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk.
b. Barang siapa dengan sengaja membuat mabuk seseorang anak yang umurnya belum cukup enam belas tahun.
c. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang untuk minum minuman yang memabukkan.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama juta tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
4) Jika bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.
Yang menjadi tolak ukur perbuatan yang dirumuskan dalam pasal tersebut
khususnya ayat 1 sub 1, 2 dan 3. kesemuanya merupakan tindakan-tindakan
yang ada syaratnya, yakni keadaan sudah mabuk, dibawah umur dan dengan
melakukan paksaan.
d. Homoseksualitas
Homoseksual adalah seseorang yang cendrung mengutamakan orang yang
sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Homoseksual merupakan sikap
atau tindakan pola perilaku para homoseksual. Pria yang melakukan
sikap-tindak demikian disebut homoseksual, sedangkan lesbian merupakan
sebutan bagi wanita yang berbuat demikian.
Homoseksual dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yakni :
1. Golongan yang secara aktif mencari mitra kencan di tempat-tempat tertentu, seperti bar-bar homoseksual.
2. Golongan pasif, artinya yang menunggu
3. Golongan situasional yang mungkin bersikap pasif atau melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Di Indonesia belum ada perundang-undangan yang secara khusus mengatur
masalah-masalah homoseksual. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pudana ada
pasal 292 yang secara eksplisit mengatur soal-sikap-tindak homoseksual,
yang dikaitkan dengan usia dibawah umur. Isi pasal itu adalah sebagai
berikut :
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan lain sesama kelamin,
yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
Proses penanaman tidak hanya terjadi pada homoseksual, akan tetapi juga
terhadap gejala-gejala lainnya, yang oleh masyarakat dianggap suatu
pengimpangan. Proses penanaman itu sebenarnya merupakan suatu sarana
pengendalian social, oleh karena :
- Memberikan patokan mengenai sikap-sikap yang diperolehkan dan yang dilarang.
- Membatasi sikap-tindak menyimpang pada kelompok ke kelompok tertentu.
Atas dasar pandanngan sosilologis tersebut, maka untuk mengetahui
factor-faktor yang menyebabkan timbulnya homoseksual dan prosesnya
diperlukan suatu uraian mengenai kebudayaan khususnya.
7. Masalah Kependudukan
Penduduk suatu Negara, pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat
penting bagi pembangunan, sebab penduduk merupakan subyek serta obyek
pembangunan. Salah satu tanggung jawab utama Negara adalah meningkatkan
kesejahteraan penduduk serta mengambil langkah-langkah pencegahan
terhadap gangguan kesejahteraan. Di Indonesia gangguan tersebut
menimbulkan masalah, antara lain :
a. Bagaimana menyebarkan penduduk, sehingga tercipta kepadatan penduduk yang serasi untuk seluruh Indonesia.
b. Bagaimana mengusahakan penurunan angka kelahiran, sehingga perkembangan kependudukan dapat diawasi dengan seksama.
8. Masalah Lingkungan Hidup.
Lingkungan hidup biasanya dibedakan dalam kategori-kategori sebagai berikut :
a. Lingkungan fisik, yaitu semua benda mati yang ada di sekeliling manusia.
b. Lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekeliling manusia yang
berupa organisme yang hidup (disamping manusia itu sendiri).
c. Lingkungan social, yang terdiri dari orang-orang baik individual maupun kelompok yang berada disekitar manusia.
Untuk membedakan organisme hidup dengan benda-benda mati dengan
sifat-sifat dasar masing-masing organisme adalah sebagai berikut :
Organisme Hidup Organisme Mati
1. Bersifat Dinamis
2. Dapat tumbuh dan berkembang biak.
3. Mampu mendapatkan dan menyimpan energi.
4. Mempunyai daya reaksi dan mampu bervariasi. 1. Bersifat statis
2. Tidak tumbuh dan berkembang biak
3. Tidak mampu memperoleh energi secara aktif, akan tetapi dapat mengeluarkannya sampai habis.
4. Daya reaksi sangat kecil dan tidak mampu bervariasi.
Dalam hubungan dengan organisme hidup lainnya dalam lingkungan hidup,
maka hubungan tersebut mungkin terjadi secara sadar atau bahkan tidak
disadari. Namun demikian biasanya dibedakan antara :
a. Hubungan simbolis, yakni hubunmgan timbale-balik antara organisme hidup yang berbeda speciesnya. Bentuk hubungannya ialah :
- Parasitisme, dimana satu pihak beruntung sedangkan pihak lain dirugikan.
- Komensalisme, dimana satu pihak mendapat keuntungan sedangkan pihak lain tidak dirugikan.
- Mutualisme, dimana terjadi hubungan saling menguntungkan.
b. Hubungan social yang merupakan hubungan timbale-balik antara organisme hidup yang sama spesiesnya. Bentuknya antara lain :
- Kompetisi
- Kooperasi.
9. Birokrasi
Pengertian birokrasi menunjuk pada suatu organisasi yang dimaksudkan
untuk menggerahkan tenaga dengan teratur dan terus menerus, untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Birokrasi adalah organisasi yang
bersifat hirarkis, yang ditetapkan secara rasional untuk
mengkoordinasikan pekerjaan orang-orang untuk keperntingan pelaksanaan
tugas-tugas administrative.
Ciri-ciri birokrasi dan cara terlaksananya adalah sebagai berikut :
1. Adanya ketentuan tegas dan resmi mengenai kewenangan yang didasarkan
pada peraturan-peraturan umum, yaitu ketentuan –ketentuan hukum dan
administrasi.
2. prinsip pertingkatan (hierarchy) dan derajat wewenang merupakan
system yang tegas perihal hubungan atasan dengan bawahan dimana terdapat
pengawasan terhadap bawahan oleh atasannya.
3. Ketatalaksanaan suatu birokrasi yang moderen didasarkan pada
dokumen-dokumen tertulis (files), disusun dan dipelihara aslinya ataupun
salinannya.
4. Pelaksanaan birokrasi dalam bidang-bidang tertentu memerlukan latihan dan keahlian khusus.
5. Kegiatan kemampuan kerja yang maksimal dari
pelaksanaan-pelaksanaannya, terlepas dari kenyataan bahwa waktu bekerja
pada organisasi tersebut secara tegas dibatasi.
6. Pelaksanaan didasarkan pada ketentuan-ketentuan umum yang bersifat
langgeng atau kurang lenggeng, kesemuanya dapat dipelajari. Pengetahuan
akan peraturan-peraturan memerlukan cara yang khusus. Meliputi hukum ,
ketatalaksanaan administrasi dan perusahaan.
Dengan memperhatikan ciri-ciri yang telah diuraikan maka dapat dikatakan
birokrasi peling sedikut mencangkup lima unsure, yaitu :
1. Organisasi
2. Pengerahan tenaga
3. Sifat yang teratur
4. Mempunyai tujuan.
Organisasi merupakan suatu cara untuk mengumpulkan tenaga serta
membagi-bagikan kekuasaan dan wewenang. Apabila dilihat pada pembagian
kekuasaan tersebut, maka didalam suatu organisasi terdapat :
1. Penguasa dan mereka yang dikuasai
2. Hirarki, yaitu urutan kekuasaan secara vertical/bertingkat dari atas ke bawah.
3. Ada pembagian tugas horizontal, yaitu pembagian tugas antara beberapa
bagian, dimana bagian tersebut mempunyai kekuasaan dan wewenang yang
setingkat atau sederajat.
4. Ada suatu kelompok sosial.
F. PEMECAHAN MASALAH SOSIAL
Dewasa ini ditemukan cara-cara analisis yang lebih efektif, walaupun
metode-metode lama yang terbukti tidak efektif, belum dapat dihilangkan
begitu saja. Hal ini disebabkan ilmu social pada umumnya belum sanggup
untuk menetapkan secara mutlak dan pasti apa yang merupakan masalah
social pokok. Lagi pula pengaruh pemecahan masalah social tidak
dirasakan dengan segera, tetapi setelah jangka waktu yang cukup lama.
Akhirnya perlu dicatat bahwa pasti ada reaksi terhadap masalah social
menyangkut nilai-nilai dan perasaan social. Akan tetapi walaupun ada
kekurangan, namun penelitian terhadap masalah social berkembang terus.
Metode yang digunakan ada yang bersifat preventif dan represif. Metode
yang preventif jelas lebih sulit dilaksanakan, karena harus didasarka
pada penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya masalah
social. Metode represif lebih banyak digunakan, artinya setelah suatu
gejala dapat dipastikan sebagai masalah social, baru diambil
tindakan-tindakan untuk mengatasainya. Di dalam mengatasi masalah social
tidaklah perlu semata-mata melihat aspek sosiologisnya, tetapi juga
aspek-aspek lainnya. Sehingga, diperlukan suatu kerja sama antara ilmu
pengetahuan kemasyarakatan pada khususnya untuk memecahkan masalah
social yang dihadapi.
G. PERENCANAAN SOSIAL (SOCIAL PLANNING)
Perencanaan social pada dewasa ini menjadi cirri umum bagi masyarakat
yang sedang mengalami perubahan atau perkembangan. Sebenarnya
perencanaan social yang bertujuan untuk melihat jauh ke muka telah ada
sejak dahulu dan telah pula difikirkan oleh para sosiolog.
Suatu perencanaan social tak akan berarti banyak, apabila
individu-individu tidak belajar untuk mencelah gejala-gejala social
secara obyektif sehingga dia dapat turut serta dalam perencanaan
tersebut. Prasyaratan suatu perencanaan social yang efektif adalah :
1. adanya unsur moderen dalam masyarakat yang mencangkup sustu system
ekonomi dimana telah dipergunakan uang, urbanisasi yang teratur,
inteligensia di bidang teknik dan ilmu pengetahuan dan suatu system
administrasi yang baik.
2. Adanya system pengumpulan keterangan dan analisis yang baik.
3. terdapatnya sikap public yang baik terhadap usaha-usaha perencanaan social
4. Adanya pimpinan ekonomi dan politik yang progresif.